Jenis Resiko Proyek Sistem Informasi
ABSTRAK
Mengetahui seberapa besar resiko keberhasilan sebuah proyek sistem informasi merupakan salah satu isu utama yang harus diperhitungkan oleh manajemen perusahaan. Statistik menunjukkan bahwa pada kenyataannya, lebih banyak proyek-proyek pengembangan sistem informasi yang menemui kegagalan dibandingkan dengan yang berhasil memenuhi sasaran. Salah satu penyebab utama kegagalan tersebut terletak pada ketidakmampuan manajer proyek dalam mengelola isu-isu resiko dalam proyek yang bersangkutan. Warren McFarlan secara prinsip mengemukakan tiga dimensi utama yang mempengaruhi besar kecilnya resiko sebuah proyek sistem informasi, yaitu: Ukuran dan Batasan Proyek, Tingkat Pengembangan Teknologi, dan Struktur Proyek. Dengan mencoba untuk mendeteksi ketiga karakteristik dimensi ini pada setiap proyek sistem informasi diharapkan dapat memberikan gambaran manajer proyek terhadap spektrum resiko proyek yang dikelolanya.
Data statistik memperlihatkan bahwa lebih banyak proyek-proyek sistem informasi yang menemui kegagalan daripada yang dipandang berhasil. Setidak-tidaknya ada 5 (lima) tipe kegagalan yang mendominasi kasus-kasus pelaksanaan proyek, yaitu:
• Gagal dalam mencapai target yang diinginkan karena kesulitan dalam tahap implementasi;
• Kebutuhan akan biaya implementasi yang jauh lebih besar daripada yang telah dianggarkan dan dialokasikan sebelumnya;
• Waktu implementasi yang jauh lebih lama daripada yang direncanakan dan diperkirakan;
• Kinerja sistem yang secara teknis jauh daripada yang diharapkan; dan
• Sistem yang tidak kompatibel dengan pilihan perangkat keras dan perangkat lunak yang ada.
Dalam salah satu teorinya Warran McFarlan menyatakan bahwa paling tidak ada tiga dimensi yang secara langsung berpengaruh terhadap tingkat resiko pelaksanaan proyek sistem informasi (Applegate et.al., 1999):
1. Ukuran dan Batasan Proyek, dimana semakin besar ukuran proyek akan semakin besar resiko yang harus dihadapi. Besarnya ukuran sebuah proyek tidak saja ditentukan oleh banyaknya sumber daya yang terlibat (finansial, manusia, peralatan, dsb.), namun tergantung pula lamanya proyek tersebut dilaksanakan (mulai dari tahap perencanaan sampai dengan implementasi).
2. Penguasaan Teknologi, dimana semakin tinggi kompetensi dan keahlian para anggota proyek terhadap teknologi yang dipergunakan dalam proyek, akan semakin kecil resiko yang harus dihadapi. Pengalaman dalam mengerjakan penugasan sejenis merupakan salah satu karakteristik yang harus dimiliki oleh tim pelaksana proyek. Di sisi lain, tingkat kecanggihan teknologi juga secara langsung mempengaruhi resiko proyek yang dilaksanakan. Dengan kata lain, semakin melibatkan teknologi tinggi (state-of-the-art) biasanya akan semakin meningkatkan resiko yang ada.
3. Struktur Proyek merupakan dimensi yang paling kritikal, yang merupakan ciri khusus proyek-proyek sistem dan teknologi informasi. Sebuah proyek sistem informasi dikatakan memiliki struktur apabila target output yang ingin dihasilkan tidak berubah sejalan dengan dinamika lingkungan dimana sistem informasi tersebut berada. Sebaliknya, sebuah proyek sistem informasi dikatakan tidak memiliki struktur apabila target output yang ingin dihasilkan sangat bergantung dengan lingkungan dimana sistem informasi tersebut berada; sedikit perubahan pada komponen lingkungan, akan mengakibatkan perubahan pada beberapa aspek pelaksanaan proyek. Tentu saja semakin terstruktur sebuah proyek, akan semakin memperkecil resiko yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga dimensi di atas, tingkat resiko proyek sistem informasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis seperti berikut : 1. low tecnology : – large project
– small project
2. high tecnology : – large project
– small project
3. low structure : – low risk
– very low risk
– very high risk
– high risk
4. high structure : – low risk
– very low risk
– medium rsik
– medium low risk